tag:blogger.com,1999:blog-32792091589979819732024-02-08T09:31:51.510-08:00Sekolah Jurnalistik MIQRASarana Belajar Tulis Menulis Majelis Inspirasi Alquran & Realitas Alam (MIQRA)Arda Dinatahttp://www.blogger.com/profile/03698342016750717371noreply@blogger.comBlogger5125tag:blogger.com,1999:blog-3279209158997981973.post-11482820324839165102009-02-13T20:17:00.000-08:002013-11-19T01:06:49.690-08:00INSPIRASI MENULISINSPIRASI MENULIS<br />
Udo Yamin Majdi<br />
<br />
Luar Biasa! Inilah kesan saya saat menghadiri acara presentasi lomba novel WIHDAH kemaren (Kamis, 12/02/2009). Selama saya di Mesir, hampir setiap tahun saya menjadi juri dalam lomba menulis di berbagai organisasi mahasiswa Indonesia Mesir (Masisir). Lomba kali ini, saya merasakan berbeda, selain memang lomba novel ini baru pertama kali diselenggarakan di kalangan Masisir, juga pesertanya luar biasa.<br />
<br />
Betapa tidak, meskipun mereka hanya enam orang, namun tak urung saya harus angkat topi kepada mereka. Sebab, sumber inspirasi dan proses mereka menulis sangat menakjubkan. Tadinya, saya mengira mereka ikut, memang sudah terbiasa menulis, fasilitas sangat mendukung, dan memiliki waktu luang yang banyak.<br />
<br />
Ternyata, tidak demikian, mereka penulis pemula dan novel itu adalah karya perdana mereka. Ditambah, beberapa orang diantara mereka tidak memiliki komputer. Selain itu, ada yang menulis di tengah kesibukan mereka sebagai mahasiswi, isteri, dan ibu rumah tangga. Dan rata-rata mereka menulis novel itu selama satu bulan, bahkan ada yang hanya dua minggu.<br />
<br />
"Saya menulis naskah ini", ujar Martina Purnanisa saat mempresentasikan novelnya berjudul Mahkota Dua Bidadari, "selama 15 hari bertepatan kandungan saya hampir sembilan bulan. Al-hamdulillah, beberapa hari sebelum lahir, saya dapat merampungkannya. " Dari cerita itu, saya menangkap kondisi psikologis sangat mempengaruhi seseorang dalam menulis. Sebab, dalam novel itu, Martina menceritakan tentang seorang wanita meninggal dunia saat melahirkan dan anaknya selamat.<br />
<br />
Lain halnya dengan Nikmah Mawaddati. Ia terinspirasi menulis novel Dunia Anak Kecil Yang Hilang tentang anak autis, berawal dari bacaaannya. Ia membaca novel tentang autis. Novel perdananya itu, ia tulis --seperti empat temannya yang lain-- dalam waktu satu bulan.<br />
<br />
Lebih menarik lagi adalah Safira Dyah Husaini. Ia menulis novel itu di warnet, sebab tinggal di asrama Jam'iyyah Syar'iyah yang tidak membolehkan adanya komputer. Dan parahnya, ketika ia menulis sudah mencapi 50 halaman lebih, flasdiscnya hilang, begitu juga dengan hasil jerih payahnya. Namun tidak menyurutkan semangatnya, untuk menulis kembali dan merampungkan novel berjudul Simalakama Kian Tercerahkan. Ceritanya tentang adat istiadat perjodohan di Madura itu, berawal dari realitas yang ia saksikan.<br />
<br />
Tak kalah serunya adalah novel Syair Cinta Cahaya. Novel ini ia angkat dari kisah nyata kakaknya, bercerita tentang dapat peluang untuk belajar di Jepang, namun tidak berangkat karena kendala uang dan pergulatannya menghadapi sakit jantung dan berakhir dengan kematian.<br />
<br />
"Selama ini", katanya Mayyadah penulis novel Purnama di Atas Piramida, "kita membaca berita tentang pemerkosaan. Namun jarang sekali kita bertanya, bagaimana psikologis orang pernah diperkosa. Dari sinilah, saya terilham menulis novel saya ini." Novelnya itu, memang menceritakan bagaimana proses seorang wanita keluar dari trauma pemerkosaan.<br />
<br />
Dan, terakhir, berbeda dari kelima novel lainnya, novel Tiga Diara di Cleopatra, sangat kental dengan canda, tepatnya kita sebut novel komedi. Dan anehnya, novel tersebut ditulis oleh seorang ibu dari dua anak yang selama ini dikenal akhwat bercadar dan terkesan serius. Uniknya lagi, novel ceria ini, Mike Putri Rahayu tulis, saat jauh dari kegembiraan, sebab ditinggal suami umrah dan tinggal di rumah temannya. Meskipun banyak sekali humornya, namun novel itu merupakan kritik sosial, atau auto-kritik seorang mahasiswi terhadap beberapa kebiasaan buruk yang terjadi kalang Masir.<br />
<br />
Dari cerita saya tersebut, merupakan jawaban dari pertanyaan yang selama ini banyak orang tanyakan kepada saya: bagaimana cara mencari ide, atau cara mencari inspirasi? Dari kisah itu pula, saya ingin menegaskan kembali, pertama: sumber inspirasi itu ada di mana-mana dan kapan saja, asalkan kita memang berniat untuk menulis. Coba perhatikan cara peserta lomba mencari inspirasi, ada yang dari pengalaman yang sedang ia alami, ada dari bacaan, ada dari pengalaman orang lain, ada dari berita, dana ada yang dari daya kritis. <br />
<br />
Bila kita berniat menulis, maka kita akan merasakan seperti seorang tukang yang sedang memegang palu dan paku: semua yang ia lihat seakan-akan tempat menancapkan paku. Atau seperti yang sedang "kebelet" ingin nikah, semuanya yang ia lihat dan dengar, selalu ia sambungkan dengan pernikahan. Begitu juga dengan orang yang memang berniat menulis, apa yang ia lihat, ia dengar, dan ia rasakan, akan menjadi sumber inspirasi.<br />
<br />
Kedua, peralatan atau fasilitas, bukan segala-galanya untuk bisa menulis. Terbukti Safira dapat menyelesaikan novelnya, tanpa memiliki komputer. Berbeda jauh dengan teman-teman kita yang memiliki komputer dan lap top, tidak ada karyanya, sebab tidak ada niat untuk menulis, sehingga sehari-hari komputer dan lap top mereka pergunakan untuk nonton film, main game, chatting, dan seterusnya.<br />
<br />
Ketiga, kesibukan bukan alasan untuk tidak menulis. Saya kira, seandainya Martina dan Mike tidak punya niat menulis, pasti mereka akan berkata, "Afwan, saya tidak ada waktu untuk menulis, sebab saya harus belajar, harus melayani suami, harus mengasuh anak, dan menjalani kewajiban yang lainnya!" Tapi alasan yang sering diutarakan banyak orang itu, tidak pernah keluar di mulut mereka. Sibuk dan niat menulis itu dua perkara berbeda. Betapa banyak orang yang sibuk, tapi bisa menulis. Sebaliknya, tidak sedikit yang punya waktu luang, namun tidak menghasilkan tulisan apapun.<br />
<br />
Nah, kalau mereka bisa, lalu mengapa kita tidak bisa? Ayo, jadikan kisah mereka itu sebagai sumber inspirasi dan sumber motivasi untuk segera menulis. Tunggu apa lagi, segeralah menulis?!Arda Dinatahttp://www.blogger.com/profile/03698342016750717371noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3279209158997981973.post-9395716992823895112009-02-11T17:24:00.000-08:002013-11-19T01:07:10.674-08:00Menulis Dengan Ilham<center>
<b>Menulis Dengan Ilham<br />Oleh </b><a href="http://arda-dinata.blogspot.com/"><b>ARDA DINATA</b></a><br /><br /><b><i>"Saya menulis dengan ilham."<br />(HAMKA)</i></b><br />Ilham berarti petunjuk yang datang dari Tuhan dan terbit di hati; atau merupakan bisikan hati. Ilham juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang menggerakkan seorang penulis untuk membuat tulisan.<br /><br />Jadi, keberadaan ilham ini merupakan sesuatu yang sangat berarti bagi seorang penulis. Untuk itu, segera ikat ilham yang muncul di hati seorang penulis itu dengan menuliskan kata-kata dan kalimat ilham tersebut dalam sebuah (kertas, buku) kumpulan-kumpulan ide secara khusus. Sebab, ingat ilham itu belum tentu datang lagi menghampiri kita di kemudian waktu. Kalau pun hadir kembali, itu pun prosesnya saya yakin cukup lama dan susah memancingnya. Ada yang pernah merasakannya?<br /><br />Setelah ilham itu kita catat, HAMKA seorang Ulama dan penulis produktif pada jamannya, menyarankan dengan mengatakan: “Membuat karangan jangan ditunda-tunda, setelah bahan terkumpul baru menulis.” Inilah anjuran HAMKA kepada anaknya, Rusydi Hamka.<br /><br />Untuk itu, saran saya, begitu ilham menghampiri kita, maka segera menuliskannya dalam bentuk tulisan. Biarkan pikiran kita mengalir menuliskannya. Baru setelah kita selesai menulis, rehat sejenak dengan merujuk pada sumber pustaka yang kita punyai (buku, kliping, kamus, dll) sesuai tema terkait dengan ilham tersebut.<br /><br />Berdasarkan pengalaman, bila kebiasaan membaca kita bagus dan didukung pengarsipan dokumentasi sumber pustaka yang baik, pengembangan ilham itu akan mengalir dengan sendirinya. Pokoknya, kita akan konek (secara alami) dengan tema-tema referensi sejenis yang kita miliki. Kalau udah begini…, indah banget rasanya…!!!<br /><br />Jadi, segera ikat ilham yang hinggap dalam pikiran dan hati kita dengan segera menuliskannya. Yang jelas dari kebiasaan membaca yang baik, ilham (baru pun) itu akan muncul dan sekaligus akan memperlancar menuangkan ilham dalam media tulisan. Bagaimana menurut Anda, setuju …..???***<br /><br /><b><i>Arda Dinata adalah penulis di beberapa blog dan pengasuh spirit jurnalistik di MIQRA Indonesia dan Majalah Inside, kini bekerja di Loka Litbang P2B2 Ciamis, Balitbangkes Depkes. R.I.</i></b></center>
<center>
<br /><b>MyBlog ARDA DINATA:</b><a href="http://arda-dinata.blogspot.com/">Dunia Kesehatan Lingkungan: http://arda-dinata.blogspot.com</a><br /><a href="http://miqra.blogspot.com/">Dunia Inspirasi & Motivasi Hidup: http://miqra.blogspot.com</a><br /><a href="http://www.blogger.com/~AKL%20KUTAMAYA/HSMM/Dunia%20Penulis%20Sukses:%20http:/arda-mediapenulis.blogspot.com">Dunia Penulis Sukses: http://arda-mediapenulis.blogspot.com</a></center>
Arda Dinatahttp://www.blogger.com/profile/03698342016750717371noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3279209158997981973.post-47174948853406546542009-02-10T09:54:00.000-08:002013-11-19T01:07:25.909-08:00Kesalahan Besar Calon Penulis<center>
<b>Kesalahan Besar Calon Penulis<br />Oleh </b><a href="http://arda-dinata.blogspot.com/"><b>ARDA DINATA</b></a><br /><a href="mailto:arda.dinata@gmail.com"><b></b></a></center>
<center>
<br /><i><b>"Hindarilah kesalahan besar, yaitu kesalahan tidak berbuat apa-apa!" (Mohammad Natsir)</b></i><br />Banyak orang ingin bikin tulisan, tapi itu hanya sekedar keinginan. Dia sibuk dengan berbagai macam pikiran yang membuatnya tidak melakukan apa-apa. Hanya sekedar ingin dan ingin.<br /><br />Padahal, kalau kita mau jujur, belajar menulis itu tidak lain dengan segera menuliskannya. Tepatnya, lakukan menulis, menulis, dan menulis. Buang jauh pikiran yang menghambat Anda dalam belajar menulis.<br /><br />Misalnya, Bagaimana kalau aku macet di jalan ketika menulis?, Bagaimana kalau ideku terus-terus mengalir atau sebaliknya ideku tidak muncul-muncul?, dan bla.., bla… segudang pertanyaan yang bikin kita tidak menulis-nulis.<br /><br />Pokoknya, tugas pertama kita ketika belajar menulis adalah hanya satu. Yakni terus bikin tulisan, tulisan, dan tulisan. Lupakan (untuk sementara) masalah tata bahasa, gaya bahasa, dll. Nanti juga masalah itu ada waktunya. Gunakan media blog misalnya untuk menuangkan latihan-latihan kita dalam menulis. Sebab, kesalahan terbesar bagi para calon penulis ialah tidak menulis apa-apa.<br /><br />Bukankah belajar menulis itu, seperti belajar berenang. Artinya, kalau kita ingin menjadi penulis, maka kuncinya dengan terus menulis. Dalam hal ini, tepat apa yang dikatakan Mohammad Natsir bahwa “hindarilah kesalahan besar, yaitu kesalahan tidak berbuat apa-apa.”<br /><br />Hal terakhir itulah kesalahan besar calon penulis. Yakni tidak menulis apa-apa. Bagaimana menurut pendapat Anda, setuju…..????***<br /><br /><b><i>Arda Dinata adalah penulis di beberapa blog dan pengasuh spirit jurnalistik di MIQRA Indonesia dan Majalah Inside, kini bekerja di Loka Litbang P2B2 Ciamis, Balitbangkes Depkes. R.I.</i></b></center>
Arda Dinatahttp://www.blogger.com/profile/03698342016750717371noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3279209158997981973.post-38144770986458050382009-02-07T00:35:00.000-08:002013-11-19T01:07:40.947-08:00Menulis: Menemukan Siapa Kita?<b>Menulis: Menemukan Siapa Kita?<br />Oleh </b><a href="http://arda-dinata.blogspot.com/"><b>ARDA DINATA</b></a><br />
<a href="mailto:arda.dinata@gmail.com"><b></b></a><br />
<br />
<b><i>”Saat kamu meletakkan pena di kertas dan menuangkan pikiranmu, kamu mulai menemukan apa yang kamu ketahui tentang dirimu sendiri, juga tentang dunia.” (Caryn Mirriam-Goldberg)</i></b><br />
<br />
KALAU mau jujur, dalam hidup ini yang paling sulit itu sesungguhnya bila disuruh untuk menilai diri sendiri. Makanya, para psikolog biasanya untuk mengetahui dan memperbaiki perilaku seseorang, salah satunya adalah menyarankan dengan cara meminta pendapat atau penilaian dari orang lain yang terdekat dengan kita.<br />
<br />
Hasilnya, sudah dapat dipastikan nilai kejujuran tentang pribadi kita akan muncul. Baik mengenai kebiasaan, kelebihan, kekurangan, hal-hal yang paling disenangi, dan hal lainnya. Pokoknya, hasil penilaian mereka itu sangat membantu kita dalam melakukan instropeksi dan perbaikan diri.<br />
<br />
Lantas, pertanyaannya adalah bisakah kita menemukan sendiri tentang siapa diri kita ini sesungguhnya? Jawabnya, bisa! Yakni dengan menulis. Ya, dengan kegiatan menulis secara jujur mengenai segala hal yang kita lakukan setiap hari. Kita dapat menulis dan menelaah tentang apa yang disukai atau dibenci sekalipun, apa yang menyakitkan, apa yang kita butuhkan, apa yang dapat kita berikan, serta apa yang diinginkan sesungguhnya dalam hidup ini.<br />
<br />
Dari dokumentasi tertulis seperti itulah, nantinya kita dapat merekap ulang dan menyimpulkan tentang segala sesuatu menyangkut diri kita. Temanya dapat kita golongkan menjadi: kebiasaan, keburukan, kebaikan, kebencian, kesenangan, hobi, dan persepsi tentang kehidupan itu sendiri atau lainnya.<br />
<br />
Di sini, syaratnya hanya satu. Kita dituntut untuk selalu jujur ketika menuangkan pikiran, ide, dan inspirasi kita itu dalam bentuk tulisan. Tanpa kejujuran, maka yang didapat nantinya bukan pribadi diri kita yang sesungguhnya. Pokoknya, kebiasaan menulis ini dapat membantu memahami diri dan keberadaan kita di dunia dengan lebih baik. Terkait dengan itu, Robert Duncan, pernah mengungkapkan bahwa menulis adalah salah satu cara memangkas bagian permukaan sesuatu untuk menjelajahi atau memahami banyak hal.<br />
<br />
Atas dasar itu, pantas saja Caryn Mirriam-Goldberg menyimpulkan ada 12 alasan, mengapa kita perlu menulis, yaitu:<br />
<br />
· Menulis membantu menemukan siapa dirimu.<br />
<br />
· Menulis dapat membantu percaya diri dan meningkatkan kebanggaan.<br />
<br />
· Saat menulis, kamu mendengar pendapat unikmu sendiri.<br />
<br />
· Menulis menunjukkan apa yang dapat kamu berikan pada dunia.<br />
<br />
· Dengan menulis, kamu mencari jawaban terhadap pertanyaan dan menemukan pertanyaan baru untuk ditanyakan.<br />
· Menulis meningkatkan kreativitas.<br />
<br />
· Dengan menulis, kamu dapat berbagi dengan orang lain.<br />
<br />
· Menulis memberimu tempat untuk melampiaskan amarah/ ketakutan, kesedihan, dan perasaan menyakitkan lainnya.<br />
<br />
· Kamu dapat membantu menyembuhkan diri dengan menulis.<br />
<br />
· Menulis memberimu kesenangan dan cara mengungkapkannya.<br />
<br />
· Menulis membuatmu lebih hidup.<br />
<br />
· Kamu dapat menemukan impianmu melalui menulis.<br />
<br />
Sungguh luar biasa dan menyenangkan ke-12 manfaat dari aktivitas menulis itu, saya pun telah merasakan dari manfaat-manfaat tersebut. Dampaknya, tentu hidup kita akan semakin lebih hidup.<br />
<br />
Jadi, dalam hidup ini tidak ada alasan untuk tidak menulis. Untuk itu, menulislah mulai sekarang untuk menemukan dirimu sendiri. Menulis yu...., yukk!!!***<br />
<br />
<b><i>Arda Dinata adalah penulis di beberapa blog dan pengasuh spirit jurnalistik di MIQRA Indonesia dan Majalah Inside, kini bekerja di Loka Litbang P2B2 Ciamis, Balitbangkes Depkes. R.I.</i></b>Arda Dinatahttp://www.blogger.com/profile/03698342016750717371noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3279209158997981973.post-89207507657662962182009-02-06T20:34:00.000-08:002013-11-19T01:07:54.079-08:00Rahasia Memulai Menulis<div align="left">
<b>Rahasia Memulai Menulis<br />Oleh </b><a href="http://arda-dinata.blogspot.com/"><b>ARDA DINATA</b></a><br /><b><br /></b><b><i>"Mulailah dari apa yang ada, karena yang ada lebih dari cukup untuk memulai pekerjaan."<br />(Mohammad Natsir)</i></b><br />Menulis adalah sebuah pekerjaan. Artinya kita harusnya serius ketika melakukan aktivitas pekerjaan agar hasilnya tidak mengecewakan. Begitupun, dengan kegiatan menulis. Kita harusnya terus berlatih tiada henti dalam mengasah ketrampilan menulis, sehingga hasilnya tidak mengecewakan.<br /><br />Banyak temen-temen di tanah air yang SMS dan kirim email ke saya menanyakan, “Bagaimana Pak rahasia untuk memulai menulis itu?”<br /><br />Aku kadang sekenanya saja menjawab, karena lewat SMS itu terbatas jawabannya. Untuk itu tulisan ini mungkin bisa melengkapi jawaban saya yang pernah temen-temen terima sebelumnya.<br /><br />Ingat, sesuatu pekerjaan itu akan terasa mudah dan mengalir, bila yang kita lakukan itu betul-betul telah akrab dengan dunia kita sehari-hari. Resep ini pun bisa kita terapkan bagi temen-temen yang ingin belajar menulis.<br /><br />Untuk itu, mulailah bikin tulisan dari apa yang ada. Artinya, mulailah kita menulis dengan tema-tema yang kita sukai, kuasai, minati, ada dalam keseharian, dan pokoknya yang materinya betul-betul telah akrab dalam keseharian kita (baca: materinya betul-betul kita miliki, dan bahkan telah menguasainya… he….).<br /><br />Dengan bermodalkan hal-hal yang telah kita kuasai, maka saya yakin belajar menulis itu akan menjadi lancar, lancar dan lancar….! Coba saja kalau tidak percaya!!!! Hal ini diakui pula oleh Mohammad Natsir dengan ungkapannya: “Mulailah dari apa yang ada, karena yang ada lebih dari cukup untuk memulai pekerjaan.”<br /><br />Jadi, rahasia memulai bikin tulisan itu adalah dengan belajar menulis tentang sesuatu yang telah ada dalam diri kita. Itu adalah modal terbesar yang bisa kita manfaatkan dalam berlatih menulis. Bagaimana menurut Anda…. ???***<br /><br /><b><i>Arda Dinata adalah penulis di beberapa blog dan pengasuh spirit jurnalistik di MIQRA Indonesia dan Majalah Inside, kini bekerja di Loka Litbang P2B2 Ciamis, Balitbangkes Depkes. R.I.</i></b></div>
Arda Dinatahttp://www.blogger.com/profile/03698342016750717371noreply@blogger.com0